Mama membukakan pintu rumah, senyum yang tergores indah di wajahnya membuat rinduku melambung. “Assalamu’alaikum Mama”, salamku seraya mencium tangannya, “Wa’alaikumsalam, sudah cepat mandi sana, kamu pasti capek menempuh perjalanan yang sangat jauh, jangan lupa keramas ya soalnya kamu abis keujanan”, Mama menyuruhku lembut sambil melepaskan tas ransel di punggungku. “Al, setelah selesai mandi dan ganti baju, Mama tunggu di meja makan ya, Mama sudah siapkan sup hangat kesukaan kamu”,”Iiihhh, Mama, aku peluk ya”, tanganku terbentang, tapi Mama menepisnya “Kamu basah, Mama sudah cantik, dasar anak nakal”, pipiku dicubit Mama. Kami tertawa bersama.
Tok..tok..tok. “Selamat pagi”, sapa tedas dari seorang pengantar
bunga saat Mama membuka pintu. Aku yang masih bermalas ria di sofa, celingukan
ingin tahu siapa yang datang. Tapi terjawabsudah kebingunganku karena Mama
masuk ke ruang keluarga dengan membawa rangkaian indah mawar putih, ada surat
yang terselip. Mama membuka dan membacanya, Mama lari menangis ke kamar dan
meninggakan surat di atas meja.
Aku menghampiri surat itu dan mencoba membacanya.
Ma, hari ini adalah hari jadi ketiga puluh pernikahan kita dan juga
tepat satu tahun setelah Papa pergi meninggalkan Mama. Mama tak boleh
berlarut-larut dalam duka sepeninggal Papa.
Papa harap Mama akan selalu bahagia dan tersenyum walau Papa tak
bisa lagi melihat senyum indah Mama. Karena mawar putih ini akan selalu
menemani Mama setiap tahun jadi pernikahan kita. Mama merupakan istri yang baik
serta pengertian kepada Papa.
Lewat mawar putih ini Papa harap Mama tersenyum dan tidak
menitikkan air mata. Karena Papa akan selalu mencintai Mama.
Tertulis “Papa” di pojok kanan bawah dalam lembar surat itu.
Aku tahu pasti Mama saat ini masih sedih teringat Papa. Setiap tahun pernikahan
mereka, Papa selalu memberikan mawar putih kepada Mama. Papa selalu
merencanakan kejutan-kejutan manis bagi Mama dan aku. Tapi kejutan kali ini
membuat luka dalam hati Mama kembali menganga.
Mama keluar kamar dengan kondisi yang lebih baik. Mama mengenakan pakaian
yang dibelikan Papa untuk acara pesta pernikahan mereka tahun lalu. Dan pakaian
itu berlumuran darah Papa pada hari yang sama. Kini Mama mengenakannya, cantik,
dan Mama berhias sekenanya, Mama juga memakai selendang di kepalanya. “Al, ayo
kita berangkat kepemakaman Papa”, ajak Mama tak terlewat senyum di wajahnya.
“Ok Ma”, aku bergegas siap-siap.
“Ma, dari pemakaman kita ke toko sayur langganan Mama kan?”,
tanyaku sok tahu. “Iya sayang”, Mama jawab dengan lembut. Mama dan aku masuk ke toko sayur, Mama selalu membawa daftar
belanjaan agar tidak lupa, “ Ma daftar belanjaannya mana? Biar Alisa pegang
aja”, “Ini”, Mama mengeluarkan secarik kertas dari tasnya dan memberikannya
kepadaku. Aku melihatnya dan aku tercengang, tulisannya membuatku ragu.
Benarkah ini tulisan Mama, “Ma, ini yang nulis Mama?”, tanyaku penasaran. “Iya
kenapa sayang?”,”Em..bagus ya?”,
“Mama duluan ke parkiran ya, ini kunci mobilnya, Alisa ingin
membeli sesuatu”, aku memberikan kunci mobil kepada Mama dan Mama mengiyakan
permintaan aku. Aku membawa secarik kertas daftar belanjaan itu dan memasukin
toko bunga. Aku bertanya kepada penjual toko itu “Mbak, apa ada seorang ibu yang
cukup lanjut usia pernah memesan karangan mawar putih yang dikirimkan kepada
seseorang pada hari ini?”, “Iya betul mbak, ada apa ya mbak?”, tanya penjual
toko itu berbalik.
“Boleh saya lihat kuitansinya?”, mataku sembari melongok secercah
kertas itu. Tertera nama penerima Ibu Maria, mama.
4 komentar:
wehh , bagus nih ceritanya .. ^^
kutipan atau original nih ? hehe ..
asli punyaku dit,
wehh , keren dong .. ^^
pastilah,hee :)
Posting Komentar